2/20/17

Pengendalian Sosial (Pengertian, Ciri-ciri, Sifat-sifat, Jenis-jenis, Cara-cara, dan Tujuan)

Loading...

Peraturan merupakan ketentuan yang berlaku di masyarakat yang berisi hal-hal mengenai hak dan kewajiban setiap anggota. Peraturan biasanya dilengkapi sanksi sebagai kekuatan untuk memaksa. Sayangnya, sebagian orang bersikap apriori terhadap peraturan setelah melihat banyak anggota masyarakat yang melanggarnya, secara sengaja atau tidak. Bukan alasan kuantitatif yang mendasari sikap apriori ini, tetapi karena orang tersebut tidak yakin pada mekanisme penegakan peraturan. Padahal, menindak pelanggar peraturan merupakan wujud pengendalian sosial. Apakahyang dimaksud dengan pengendalian sosial itu?

Pengendalian Sosial
Pengertian Pengendalian Sosial
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pengendalian sosial adalah cara dan proses pengawasan yang direncanakan atau tidak direncanakan guna mengajak, mendidik, serta memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma sosial.

Pengertian Pengendalian Sosial Menurut Para Ahli
1. Peter L. Berger
Menurut Peter L. Berger (1978) pengendalian sosial adalah  berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang.

2. Joseph S. Roucek
Joseph S. Roucek seperti yang dikutip oleh Soerjono Soekanto (1989), mengemukakan bahwa pengendalian sosial adalah proses baik terencana maupun tidak yang bersifat mendidik, mengajak, bahkan memaksa semua warga masyarakat agar mematuhi kaidah sosial yang berlaku.

3. Horton
Pengendalian sosial menurut Horton adalah segenap cara dan proses yang ditempuh oleh sekelompok orang atau masyarakat, sehingga para anggotanya dapat bertindak sesuai harapan kelompok atau masyarakat.

4. Soetandyo Wignyo Subroto
Pengendalian sosial adalah sanksi, yaitu suatu bentuk penderitaan yang secara sengaja diberikan oleh masyarakat.

Ciri-Ciri Pengendalian Sosial
Dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pengendalian sosial adalah sebagai berikut.
a. Suatu cara/metode atau teknik untuk menertibkan masyarakat/individu.
b. Dapat dilakukan oleh individu terhadap individu, kelompok terhadap kelompok atau kelompok terhadap individu.
c. Bertujuan mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan yang terus terjadi dalam masyarakat.
d. Dilakukan secara timbal balik meskipun terkadang tidak disadari oleh kedua belah pihak.

Jika semua individu maupun masyarakat berperilaku sesuai dengan norma di masyarakat, berarti pengendalian sosial sudah dilaksanakan secara efektif.

Sifat-Sifat Pengendalian Sosial
Sifat-sifat pengendalian sosial dapat dibedakan menjadi berikut.

1. Preventif
Pengendalian sosial bersifat preventif adalah pengen-dalin sosial yang dilakukan sebelum terjadi penyimpangan terhadap nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Dengan kata lain tindakan preventif merupakan tindakan pencegahan.
Contoh:
a. Seorang ibu melarang anak lelakinya merokok karena
merokok dapat merusak kesehatan.
b. Polisi menegur pemakai jalan raya yang melanggar
rambu-rambu lalu lintas.

2. Kuratif
Pengendalian sosial bersifat kuratif adalah pengendalian sosial yang dilakukan pada saat terjadi penyimpangan sosial.
Contoh:
Seorang guru menegur dan menasihati siswanya karena ketahuan menyontek pada saat ulangan.

3. Represif
Pengendalian sosial bersifat represif adalah pengendalian sosial yang bertujuan mengembalikan keserasian yang pernah terganggu karena terjadinya suatu pelanggaran. Pengendalian ini dilakukan setelah seseorang melakukan penyimpangan.
Contoh:
Seorang guru memberi tambahan pekerjaan rumah dua kali lipat saat mengetahui siswanya tidak mengerjakan pekerjaan rumah yang ditugaskan padanya.

Jenis-Jenis Pengendalian Sosial
Dalam pergaulan sehari-hari kita akan menjumpai berbagai jenis pengendalian sosial yang digunakan untuk mencegah atau mengatasi perilaku menyimpang. Jenis pengendalian tersebut antara lain berikut ini.

1. Gosip atau desas-desus

Gosip atau desas-desus adalah bentuk pengendalian sosial atau kritik sosial yang dilontarkan secara tertutup oleh masyarakat.
Contoh:
Apabila ada seseorang siswa SMA diketahui temannya terlibat penyalahgunaan obat terlarang dan minum-minuman keras. Siswa tersebut akan menjadi bahan pembicaraan/gosip teman-teman sekolahnya yang kemudian berkembang menjadi bahan pembicaraan guru, orang tua, dan masyarakat sekitar.

2. Teguran
Teguran adalah kritik sosial yang dilontarkan secara terbuka oleh masyarakat terhadap warga masyarakat yang berperilaku menyimpang.
Contoh:
- Teguran guru secara lisan kepada siswa yang melanggar peraturan sekolah
- Teguran tertulis melalui surat dari kepala sekolah terhadap guru yang melanggar peraturan

3. Pendidikan
Pendidikan juga berperan sebagai alat pengendalian sosial, karena pendidikan dapat membina dan mengarahkan warga masyarakat (terutama anak sekolah) kepada pembentukan sikap dan tindakan yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, dan negaranya.

4. Agama
Sama halnya dengan pendidikan, agama pun dapat berperan sebagai alat pengendalian sosial. Agama dapat memengaruhi sikap dan perilaku para pemeluknya dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Agama pada dasarnya berisikan perintah, larangan, dan anjuran kepada pemeluk dalam menjalani hidup sebagai makhluk pribadi, makhluk Tuhan, dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Norma-norma agama berfungsi untuk membimbing dan mengarahkan para pemeluk agama dalam bersikap dan bertindak di masyarakat.

5. Hukuman (Punishment)
Dengan adanya sanksi hukuman yang keras, diharapkan bisa membuat jera bagi para pelanggar, sehingga tidak berani mengulanginya lagi. Tidak hanya si pelaku, tetapi juga berpengaruh besar terhadap warga masyarakat lainnya.

Cara-Cara Pengendalian Sosial
Ada beberapa macam cara pengendalian sosial agar individu dan masyarakat berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan. Cara pengendalian tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Cara persuasif
Cara persuasif dalam pengendalian sosial dilakukan dengan menekankan pada usaha mengajak dan membimbing anggota masyarakat agar bertindak sesuai dengan cara persuasif. Pengendalian sosial dengan cara persuasif biasanya diterapkan pada masyarakat yang relatif tenteram, norma dan nilai sosial sudah melembaga atau menyatu dalam diri para warga masyarakatnya. Selain itu cara persuasif juga menekankan pada segi nilai pengetahuan (kognitif) dan nilai sikap (afektif).

Contoh cara persuasif:
Seorang guru membimbing dan membina siswanya yang kedapatan menyontek pada saat ulangan. Guru memberikan pengertian bahwa menyontek itu menunjukkan sikap tidak percaya diri dan kelak di kemudian hari menjadikan ia seorang yang bodoh dan tidak jujur.

2. Cara koersif
Cara koersif dalam pengendalian sosial dilakukan dengan kekerasan atau paksaan. Biasanya cara koersif dilakukan dengan menggunakan kekuatan fisik. Cara koersif dilakukan sebagai upaya terakhir apabila cara pengendalian persuasif tidak berhasil. Selain itu cara koersif akan membawa dampak negatif secara langsung maupun tidak langsung, karena menyelesaikan masalah dengan kekerasan akan menimbulkan banyak kekerasan pula.

Pengendalian sosial dengan cara koersif dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.
a. Kompulsif (compulsion)
Yaitu kondisi/situasi yang sengaja diciptakan sehingga seseorang terpaksa taat atau patuh pada norma-norma.
Contoh:
Untuk membuat jera para pencopet, apabila tertangkap basah langsung dikeroyok dan dihakimi massa.

b. Pervasi (pengisian)
Yaitu penanaman norma secara berulang-ulang dengan harapan bahwa norma tersebut masuk ke dalam kesadaran seseorang, sehingga orang tersebut akan mengubah sikapnya sesuai yang diinginkan.
Contoh:
Bimbingan orang tua terhadap anak-anaknya secara terus-menerus.


Tujuan Pengendalian Sosial
Tujuan Pengendalian Sosial Pengendalian sosial dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.

1. Menjaga ketertiban sosial.
Apabila nilai-nilai dan norma-norma sosial dijalankan semua masyarakat, maka ketertiban sosial dalam masyarakat dapat terpelihara. Salah satu cara menanamkan nilai dan norma sosial adalah melalui lembaga pendidikan dan pendidikan keluarga. Melalui lembaga tersebut anak diarahkan untuk meyakini nilai dan norma sosial yang baik.

2. Mencegah terjadinya penyimpangan terhadap nilai-nilai dan norma-norma sosial di masyarakat.
Dengan adanya pengendalian sosial seseorang atau masyarakat mulai berfikir jika akan berperilaku menyimpang.

3. Mengembangkan budaya malu.
Pada dasarnya setiap individu memiliki “rasa malu“, karena rasa malu berhubungan dengan harga diri seseorang. Harga diri seseorang akan turun jika seseorang melakukan kesalahan yang melanggar norma-norma sosial di dalam masyarakat. Jika seseorang melakukan kesalahan maka masyarakat akan mencela. Celaan tersebut menyadarkan seseorang untuk tidak mengulangi pelanggaran terhadap norma. Jika setiap perbuatan melanggar norma dicela maka “budaya malu“ akan timbul dalam diri seseorang.

4. Menciptakan dan menegakkan sistem hukum.
Sistem hukum merupakan aturan yang disusun secara resmi dan disertai sanksi tegas yang harus diterima oleh seseorang yang melakukan penyimpangan.

Silakan Tinggalkan Komentar Anda :